Rabu, Mei 27, 2009

Ketika hari-hari dipenuhi dengan nuansa kemuraman

Minggu, April 19, 2009

Kesederhanaan Politik

Pemilu telah berlalu. Rakyat sudah mulai tenang, kecuali KPU dan para perangkatnya serta caleg dan parpol beserta para tim suksesnya. Pesta demokrasi yang bagi sebagian orang tidak ubahnya seperti pesta dangdutan, telah menghasilkan berbagai macam benda yang konkret maupun abstrak. Mulai dari sudah mulai ada gambarannya para caleg yang akan membuang huruf ‘c’, hutang yang menumpuk, data statistik yang multitafsir, hingga yang cukup hangat adalah banyaknya caleg yang hilang akal. Bagi saya, caleg yang terlalu jor-joran kampanye, membual menjadi pelayan rakyat, atau menghalalkan segala cara agar bisa jadi aleg, sudah lama kehilangan akal. Kalau baru sekarang para dokter jiwa menyebut mereka kehilangan akal, berarti bagi saya mereka hilang akal dua kali yang berarti pula perlu penyembuhan dua kali.

Banyak sekali tafsiran bagi hasil pemilu kali ini dan bukan kapasitas saya untuk menganalisisnya. Saya hanya mencoba mencari sisi sederhana dari pemilu yang di mata masyarakat sedemikian rumit.

If you can’t convince them, confuse them. (Harry Truman dalam strategi pemilunya)

Politisi berjanji jika terpilih akan membangun jembatan meski sungainya tidak ada. (Nikita Khrushchev)

Di Meksiko, pengatur udara disebut ‘politisi’ karena suara mesinnya berisik walau tidak dingin.

Politik mirip salah satu film saya, True Lies. (Arnold Schwarzenegger)

Politisi adalah orang yang baik selama tidak mencampuri urusan rakyat yang mereka tidak akan pahami, misalnya bagaimana susahnya banting tulang.

Komedian adalah politisi yang serius dan politisi adalah komedian yang tidak serius.

Rakyat yang memilih tidak memutuskan apa-apa, yang menentukan adalah mereka yang menghitung suara. (Josef Stalin)

Pemilu tidak ubahnya seperti lelang barang-barang curian. (H.L. Mencken)

Politisi sama dengan popok bayi yang diganti rutin dan rakyat yang mencucinya.

Politisi adalah profesi tertua yang kedua yang mirip dengan profesi tertua yang pertama. (Ronald Reagan)

Politisi bisa meramalkan yang terjadi esok, bulan depan, tahun depan, dan menjelaskan mengapa ramalannya salah. (Winston Churcill)

Demokrasi tertindas karena kesalahannya sendiri. Tetapi, setelah mengalami cobaan pahit, ia akan muncul kembali dengan penuh keinsyafan. (Bung Hatta dalam bukunya Demokrasi Kita, 1960)

Dengan lantang saya kumandangkan bahwa keislaman seorang Muslim belum sempurna, hingga ia memahami masalah politik, mendalami persoalan-persoalan aktual yang menimpa umat Islam serta punya perhatian dan kepedulian terhadap masalah keumatan. Dalam kesempatan ini, dengan lantang saya ungkapkan bahwa pendikotomian agama dengan politik tidak diakui oleh Islam. Karena setiap pergerakan Islam sejak awal harus meletakkan misi dan programnya menyangkut masalah kepedulian terhadap problematika politik umat. Karena bila tidak, berarti pergerakan Islam tersebut mesti mengkaji pemahaman konsep Islam mereka kembali. (Imam Hasan al-Banna)

Ternyata, bagi beberapa politisi ulung, politik bisa disederhanakan sedemikian rupa sehingga lebih mudah untuk dikendalikan. Ya, politik seperti pedang. Mau digunakan untuk memotong kambing silakan, mau digunakan merampok silakan.